Selasa, 13 Januari 2009

SEPEDA MOTOR BER INJEKSI BENSIN ELEKTRONIK

Pada kendaraan roda dua dan roda empat, peranti yang bertugas menyiapkan gas pembakaran atau campuran udara dan bahan bakar adalah karburator. Sedangkan sistem injeksi bensin pada motor atau kita sebut motor injeksi tugasnya sama dengan karburator. Dengan kata lain, pensuplai campuran udara dan bahan baker. Pada motor ada 2 macam yaitu bisa pakai sistem injeksi atau karburator. Tetapi perlu diketahui bahwa antara karburator dengan sistem injeksi bensin memiliki prinsip kerja yang benar-benar berbeda. Boleh dibilang teknologi karburator sudah kuno sedangkan injeksi bensin yang diterapkan pada motor saat ini tergolong modern.

Mengapa harus pakai injeksi? Karena akhir-kahir ini tuntutan emisi gas buang pada motor harus bersih serta irit bensin. Dan tuntutan ini tidak mampu lagi dipenuhi hanya dengan mengandalkan karburator.
Nah, untuk memenuhi tuntutan tadi maka sistem penyuplai bahan bakar pada motor harus diganti model injection alias motor injeksi tadi. Sebab motor injeksi dilengkapi komputer (electronic control unit/ECU) yang mampu menjamin perbandingan bensin dan udara selalu akurat di setiap putaran mesin.

Berikut ini merupakan persamaan tugas antara sistem injeksi bensin pada motor dengan model karburator :
1. Sama-sama mengatur volume udara yang masuk ke dalam silinder sesuai sudut buka katup gas (throttle valve) dan putaran mesin.

2. Sama-sama menyalurkan gas pembakaran yang tepat ke dalam silinder sesuai dengan volume udara yang masuk.

SEJARAH MOTOR INJEKSI DI INDONESIA

Dalam memproduksi motor injeksi ber-cc kecil, Indonesia sedikit tertinggal dibanding Thailand. Baru dua tahun kemudian (1 Desember 2005), PT Astra Honda Motor (AHM) selaku produsen motor Honda di tanah air meluncurkan Honda Supra X125 PGM-FI. Meskipun sedikit tertinggal, namun gebrakan Honda memproduksi bebek injeksi menjadi pioner di Indonesia. Sistem injeksi yang dipasok pada Supra X125 PGM-FI basisnya sama dengan teknologi injeksi Honda Wave 125i seri kedua (terbaru). Hasil tes Honda Motor Co. Japan, konsumsi bensin Supra X125 PGM-FI (injeksi) terbukti 6% lebih hemat dibanding model Supra X125 karburator. Tak mau kalah dengan Honda, diam-diam PT Yamaha Motor Kencana Indonesia (YMKI) selaku produsen motor Yamaha di Indoneisa juga mempersiapkan jagoan berteknologi injeksi. Bedanya, jika Honda memilih varian bebek 125 cc, Yamaha sebaliknya menjagokan tipe sport 150 cc. Dan akhirnya, 7-8 April 2007 lewat turing Jakarta-Bandung menandai peluncuran Yamaha V-Ixion 150 cc injeksi. Hasil tes konsumsi bahan bakar, pihak YMKI mengklaim 1 liter bensin mampu menempuh jarak antara 45 km hingga 50 km.

Meskipun sedikit tertinggal, pabrikan roda dua lainnya seperti Suzuki, Kawasaki, Bajaj dan TVS juga melakukan gebrakan serupa. Pada gelaran 28th Bangkok International Motor Show 2007 di Thailand. Beberapa prototype motor injeksi ikutan dipamerkan. Suzuki memamerkan Shogun 125 dengan Hyper Injection nya dan bulan ini (Juni) bersamaan Jakarta Fair 2008 di PRJ, Suzuki Shogun 125 injeksi resmi dipasarkan di Indonesia.

Di ajang Jakarta Fair 2008, TVS telah memajang unit motor sport injeksi Apache RTR 160 cc. Di India sendiri, Bajaj juga memiliki jagoan motor sport injeksi berjuluk Bajaj Pulsar 220 DTS-Fi. Sedangkan Kawasaki sejak Mei 2008 juga sudah memasarkan trail KLX 250S yang sudah berteknologi injeksi buat konsumen tanah air.

Lahirnya sistem injeksi bensin diawali sejak Robert Bosch berhasil merancang pompa injeksi untuk mesin diesel putaran tinggi (1922-1927). Pada saat itu pompa injeksi untuk solar sekaligus diuji cobakan untuk mesin bensin. Pada mulanya bensin langsung disemprotkan ke ruang bakar mirip seperti mesin diesel. Namun berbagai kesulitan ditemukan ketika suhu mesin masih dingin.

Uji coba selanjutnya, penyemprotan bensin dialihkan ke saluran masuk (intake manifold). Namun permasalahan muncul pada elemen pompa injeksi solar yang membutuhkan pelumasan tersendiri. Padahal sifat bensin tidak dapat melumasi seperti solar. Sehingga pembuatan konstruksi pompa injeksi untuk bensin menjadi lebih rumit dan mahal.

Berbagai percobaan lanjutan terus dilakukan oleh para ahli otomotif untuk merancang sistem injeksi bensin yang berbeda dengan mesin diesel. Dan akhirnya sekitar 1960, sistem injeksi bensin seperti yang dipakai pada mobil-mobil saat ini sudah ditemukan. Bahkan 1967 mobil VW sudah mengaplikasi sistem injeksi dengan unit pengontrol elektronika.

Berlanjut di industri mobil Jepang, Toyota sejak 1971 mulai mengembangkan sistem EFI (electronic fuel injection). Dan 1979, Toyota sudah mengekspor mobil berteknologi EFI seperti Crown dan Cressida. Sejak saat itulah era mobil karburator secara perlahan mulai ditinggalkan.

Sedangkan teknologi injeksi bensin untuk motor sebenarnya mulai diuji cobakan hampir bersamaan dengan mobil. Awalnya diterapkan pada motor berkapasitas besar alias moge. Ambil contoh Honda Jepang, pertama kali memperkenalkan moge injeksi pada 1982 yaitu Sepeda motor Honda CX-500 TURBO. Selanjutnya teknologi injeksi pada moge dikembangkan untuk motor ber-cc kecil bernama Pgm-FI (Programable Fuel Injection). Khusus pasar Eropa, Honda menciptakan scooter Pgm-FI yaitu Pantheon 150 cc dan 125 cc.

Menyusul kemudian Thailand lahir bebek injeksi pertama kali yaitu Honda Wave 125i (2003). Berikutnya, Juni 2006, India meluncurkan Honda Glamour Pgm-FI yaitu motor jenis sport 125 cc yang basis mesinnya sama seperti Honda Wave 125i Thailand.

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN SISTEM INJEKSI ELEKTRONIK

Apa saja sebenarnya keistimewaannya?. Sistem injeksi bensin pada motor diciptakan untuk menyempurnakan kekurangan dari tipe karburator. Motor injeksi menawarkan beragam keistimewaan sebagai berikut :

1. Campuran udara dan bensin selalu akurat

Pada motor injeksi, volume penyemprotan bensin selalu akurat karena dikontrol oleh ECU sesuai dengan masukan data dari sensor-sensor yang bertebaran di sekujur mesin. Seperti sensor rpm, jumlah udara masuk, posisi katup gas hingga kondisi cuaca di sekitar mesin.

Bahkan pada kondisi pengendaraan tertentu seperti percepatan, deselerasi dan beban tinggi, ECU mampu mengontrol perbandingan bensin dan udara tetap ideal. Kondisi ini memberikan keuntungan tersendiri yaitu mengurangi emisi gas buang dan lebih hemat pemakaian bensin.

2. Tarikan lebih responsif

Pada tipe karburator, antara pengabut bensin (spuyer) dengan silinder jaraknya agak jauh. Selain itu, perbedaan bobot berat jenis antara bensin dan udara mengakibatkan volume udara yang masuk tidak imbang dengan jumlah bensin yang dihisap. Sehingga tarikan menjadi kurang responsif. Sedangkan motor injeksi menempatkan pengabut bensin (injektor) dekat silinder. Saluran bensin yang menuju injektor bertekanan antara 2,5 s/d 3,0 kg/cm2 lebih tinggi dari tekanan intake manifold. Berhubung diameter mulut injektor sangat kecil, ketika sinyal listrik dari ECU mengaktifkan injektor maka bensin yang menyembur berbentuk kabut. Saat katup gas dibuka, udara dan bensin menghasilkan campuran yang homogen serta perbandingan yang ideal. Dibantu mutu api yang bagus akan menghasilkan pembakaran sempurna. Hasilnya tarikan lebih responsif sesuai perubahan katup gas.

3. Mesin mudah dihidupkan tanpa dipengaruhi perubahan kondisi cuaca

Pada temperatur rendah (dingin), menghidupkan mesin berkarburator dibutuhkan campuran lebih gemuk dengan menarik cuk. Cara manual ini tak lagi diperlukan pada motor injeksi karena sudah dilengkapi sensor temperatur mesin serta sensor temperatur udara masuk. Saat menghidupkan mesin (starting) dan kondisi dingin, secara otomatis jumlah semprotan bensin ditambah. Sehingga mesin mudah dihidupkan dalam kondisi apapun dan tidak terpengaruh kondisi cuaca.

Apa kelemahannya?

Sistem injeksi buat motor mampu bekerja dengan baik karena didukung banyak komponen. Mulai dari sensor-sensor, perangkat elektris sampai otak komputer atau ECU. Karena perangkat motor injeksi sangat kompleks maka menimbulkan dampak negatif (kelemahan) antara lain :
1. Harga lebih mahal
2. Jika terjadi kerusakan, perbaikan lebih sulit
3. Kerusakan kecil pada kelistrikan dapat mengakibatkan motor mati
4. Sangat sensitif terhadap kotoran dan air yang ikut dalam bensin
5. Butuh alternator atau pembangkit listrik lebih besar

Dengan demikian Atas nama keselamatan lingkungan (global warming) dan krisis energi, tinggalkan motor karburator. Saatnya beralih ke motor berteknologi injeksi. Seruan ini tentu bukan tanpa alasan. Dan saya yakin, Anda pun sepakat bahwa pemasok bensin model kuno ini (karbu) terbukti menyumbang racun lebih banyak serta boros pemakaian bensin.

Kinerja karburator yang serba mekanis tentunya sulit menandingi kemampuan teknologi injeksi. Baik dari sisi kandungan racun gas buang serta efisiensi pemakaian bahan bakarnya. Klaim pabrikan Honda menyebutkan Supra X125 Pgm-FI lebih irit 6% dibanding Supra X125 (karburator) dan 36% dibanding bebek 100 cc. Hebohnya lagi, kandungan CO dan HC separuh dari motor karburator yang telah lulus Euro 2, artinya motor injeksi sebanding dengan Euro 4.

Market share penjualan motor di Indonesia terbilang fantastis. Bayangkan, dalam setahun terjual 5,2 juta unit (2007) dan tahun ini diprediksi naik menjadi 6 juta unit. Melihat angka ini, orang awam pun bisa memaknai bahwa jumlah motor di negeri ini menyumbangkan racun serta butuh asupan bensin yang banyak. Nah, jangan-jangan beban subsidi BBM justru banyak dihabiskan para bikers ya. Sebab dari data tadi, angka penjualan motor injeksi masih sangat kecil. Menurut Direktur marketing PT Astra Honda Motor, penjualan Supra X125 Pgm-FI hanya berkisar 5-6 ribu unit per bulan. Kecilnya angka penjualan motor injeksi bisa disebabkan harganya yang masih relatif tinggi serta adanya ketakutan kalau injeksi susah perawatan. Padahal, alasan yang terakhir tadi justru sebaliknya. Motor injeksi bisa dibilang bebas perawatan berkala.

Coba anda bayangkan seandainya motor yang beredar di Indonesia semua injeksi. Mungkin beban pemerintah terhadap subsidi BBM tidak sebesar sekarang. Dan kesehatan udara di bumi pertiwi inipun makin nyaman dihirup dalam-dalam. Mari berhitung, seandainya total penjualan motor lima tahun terakhir mencapai 20 juta unit. Dan seandainya semua sudah mengadopsi system injeksi maka racun udara akibat gas buang motor bisa ditekan 50 persen. Asumsinya motor injeksi emisinya dua kalilipat lebih bersih dibanding karburator. Sedangkan secara perhitungan ekonomis, diasumsikan tiap motor butuh 1 liter bensin per hari. Jadi total Premium yang dibutuhkan dalam setahun adalah (5.000.000 × 365 = 1.825.000.000 liter). Seandainya semua motor menggunakan injeksi maka akan lebih hemat 6% yaitu 109.500.000 liter. Jika diuangkan (1 liter Premiun Rp 6000) menjadi Rp 657 milyar. Masya Allah.......ternyata penghematan yang buanyak sekali.

Jika pemerintah smart thinking dan berpikir makro, tak ada pilihan lain kecuali mengeluarkan kebijakan wajib motor injeksi. Jika perlu gelontor dengan kebijakan insentif fiskal kepada pabrikan pembuat motor injeksi. Alhasil, banderol motor injeksi bisa ditekan lebih murah.

EURO 4 MERUPAKAN SOLUSI KRISIS ENERGI DAN GLOBAL WARMING


Menyikapi tentang pertumbuhan populasi motor atau daya beli masyarakat terhadap sepeda motor di negeri ini yang maha dahsyat dan tanpa diimbangi kebijakan pemerintah yang arif, Meskipun pada wacana sebelumnya muncul pro dan kontra, namun jika dicermati lebih jernih, ternyata dapat juga menghasilkan dampak yang positif. Sebab dengan asumsi sederhana yang telah dijabarkan tadi, jika kita beralih ke motor injeksi maka double benefit akan dirasakan seluruh masyarakat Indonesia. Sumbangan racun yang disumbang puluhan juta kendaraan bermotor roda dua bisa ditekan separohnya. Dan yang tak kalah menggiurkan, beban subsidi pemerintah untuk BBM bisa dihemat triliyunan rupiah. Jika hasil penghematan ini dikembalikan lagi ke rakyat kecil, niscaya akan banyak senyum di bibir masyarakat Indonesia.

Menuju era motor injeksi, itulah salah satu kunci yang terletak pada kebijakan pemerintah soal ambang batas gas buang kendaraan bermotor. Hingga saat ini pemerintah Indonesia masih mengacu pada standar emisi Euro 2. Sehingga sistem karburator dengan ditambah fitur penekan emisi seperti air induction system (AIS), Secondary Air Supply System (SASS) dll, dapat dengan mudah di “stempel” lulus Euro 2. Malahan motor 2-tak pun masih diijinkan produksi.


Regulasi Euro 2 di negeri ini makin tak berdaya membendung krisis energy dan global warming lantaran tidak ada kontrol dari pemerintah. Setelah keluar pabrik, emisinya baik-baik saja, tapi setelah ditangan konsumen bagaimana? Apakah masih Euro 2 atau kembali ke tanpa Euro? Apalagi kelemahan model karburator, menjaga emisinya tidak bisa stabil seperti teknologi injeksi.

Dilegalkannya motor karburator di negeri ini tidak lebih pada pertimbangan ekonomi belaka. Dengan sederet alasan yang katanya lebih murah, bisa diterima konsumen, mudah reparasi dan berbagai alasan lain. Pemerintah sepertinya sulit berpikir makro demi isu global penyelamatan bumi dan mengamankan krisis minyak bumi.

Sebenarnya pada prinsipnya pihak pabrikan mengikuti saja apa kata pemerintah. Seandainya harus masuk ke tingkat Euro yang lebih tinggi pun sudah siap. Apalagi jika pemerintah bersedia mengucurkan insentif fiskal buat motor injeksi maka bukan tidak mungkin nasionalisasi motor injeksi akan segera terwujud seperti di negara-negara tetangga. Mari kita tengok kebijakan Thailand yang selama ini menjadi kiblat pabrikan motor di Asia Tenggara. Di negeri seribu pagoda ini mulai 2008 sudah menerapkan regulasi Euro 4. Sama seperti yang sudah diterapkan di Eropa. Artinya yang namanya motor karburator sudah tinggal kenangan (kok kaya lagunya Gabby yah). Karena ditambahin fitur apapun, jika masih mengandalkan karbu, emisinya enggak bakal lulus Euro 4.

Nah, sekarang tinggal bagaimana pemerintah mau bersikap. Tetap berkutat dengan kebijakan lama yang tidak jelas ujungnya atau one step a head menuju Euro 4.
Jika pemerintah telah sepakat untuk meninggalkan motor karburator, maka hanya satu solusinya, segera berlakukan Euro 4. Niscaya dengan sendirinya motor karburator akan tersisih dari kancah bisnis motor di negeri tercinta ini.

1 komentar:

Mana comment nya ???